Aku baru tiba di kota yang di sebut-sebut banyak orang sebagai kota
metropolitan.
Aku pandang gedung-gedung pencakar langit yang seakan-akan hendak
menembus angkasa.
Seliweran orang dan kendaraan yang tak ada habisnya.
Serta kebisingan yang membuat kepalaku seakan berputar-putar dengan
kencang.
Memang tak salah kota ini di sebut kota metropolitan dan kota terbesar
no 1 di negaraku.
Aku kemudian melanjutkan perjalananku untuk mencari penginapan yang pas
untuk isi dompetku.
Maklum, tujuanku pergi dari desa ke kota ini memang untuk mencari
peluang kerja yang lebih baik serta dapat mengubah perekonomian
keluargaku.
Aku terus berjalan,
untunglah menjelang senja telah ku dapatkan penginapan yang pas untukku
di sekitar lingkngan sebuah universitas di pinggiran kota.
Karna telah lelah berjalan seharian, aku pun bergegas untuk mandi untuk
menghilangkan rasa gerahan dan lengket di tubuhku.
Tak terasa jarum jam telah menunjuk pukul 21:45, dan karna penginapanku
adalah penginapan low class, maka tak ada pendingin di ruangannya,
otomatis suhu ruangan pun terasa panas dan gerah,
untuk menghilangkan rasa gerah, akhirnya aku pun memutuskan untuk
berjalan-jalan sejenak di sekitar penginapan.
Baru sebentar berjalan, mataku menangkap suatu keramaian,
rasa penasaran memancingku untuk mendekat ke keramayan tsb.
Dan seketika itu pula aku tersentak.
Aku tak menyangka, perempuan dan laki* saling bergoyang dan berpelukan
ria tanpa rasa malu sedikitpun,
bahkan para wanitanya memakai pakaian, tetapi seakan-akan berterlanjang
polos.
"Apa yang terjadi dengan kota ini" fikirku.
Apa ini kota metropolitan sesungguhnya.
Setauku budaya di negara tercintaku ini tak ada yang senista perbuatan
mereka.
Apa ini yang disebut modern?? Atau ini dampak globalisasi ?.
Dadaku sesak, Hatiku seakan-akan ingin keluar dari tempatnya.
Aku tak menyangka.
Kami yang berada di desa terpencil pun mencoba mempertahankan budaya
indonesia yang kaya raya ini.
Tetapi manusia-manusia di kota, yang
memegang peranan penting untuk negara ini justru membuang budaya nya
sendiri dan justru memungut budaya asing yang tak ada maknanya sama
sekali.
Semakin lama aku memandang mereka semakin sangat* geram pula hatiku di
buat nya.
Anak-anak muda,
anak-anak yang disebut-sebut sebagai generasi penerus bangsa justru
membuang budaya bangsanya sendri. Sangat* tidak pantas sebutan penerus
bangsa itu disematkan untuk mereka yang membuang jati diri bangsanya
sendiri.
Sejak saat itu. Aku bertekad untuk memerangi budaya asing yang tak ada
gunanya.
Aku akan menjadi pejuang kebudayaan.
Aku akan membuat budaya bangsaku
mendunia dan menjadi trend di kancah dunia internasional.
Itulah janjiku,
janji dari seorang gadis yang berasal dari desa yang tak
kan pernah membuang jati diri nya dan jati diri bangsanya sendiri.