Senin, 18 November 2013

          Aku baru tiba di kota yang di sebut-sebut banyak orang sebagai kota metropolitan.
Aku pandang gedung-gedung pencakar langit yang seakan-akan hendak menembus angkasa.
Seliweran orang dan kendaraan yang tak ada habisnya.
Serta kebisingan yang membuat kepalaku seakan berputar-putar dengan kencang.
Memang tak salah kota ini di sebut kota metropolitan dan kota terbesar no 1 di negaraku. 
Aku kemudian melanjutkan perjalananku untuk mencari penginapan yang pas untuk isi dompetku. 
Maklum, tujuanku pergi dari desa ke kota ini memang untuk mencari peluang kerja yang lebih baik serta dapat mengubah perekonomian keluargaku.

      Aku terus berjalan, untunglah menjelang senja telah ku dapatkan penginapan yang pas untukku di sekitar lingkngan sebuah universitas di pinggiran kota.
Karna telah lelah berjalan seharian, aku pun bergegas untuk mandi untuk menghilangkan rasa gerahan dan lengket di tubuhku.
Tak terasa jarum jam telah menunjuk pukul 21:45, dan karna penginapanku adalah penginapan low class, maka tak ada pendingin di ruangannya,
otomatis suhu ruangan pun terasa panas dan gerah, untuk menghilangkan rasa gerah, akhirnya aku pun memutuskan untuk berjalan-jalan sejenak di sekitar penginapan. 
Baru sebentar berjalan, mataku menangkap suatu keramaian, rasa penasaran memancingku untuk mendekat ke keramayan tsb. 
Dan seketika itu pula aku tersentak. Aku tak menyangka, perempuan dan laki* saling bergoyang dan berpelukan ria tanpa rasa malu sedikitpun, bahkan para wanitanya memakai pakaian, tetapi seakan-akan berterlanjang polos. "Apa yang terjadi dengan kota ini" fikirku. 
Apa ini kota metropolitan sesungguhnya. Setauku budaya di negara tercintaku ini tak ada yang senista perbuatan mereka.
         Apa ini yang disebut modern?? Atau ini dampak globalisasi ?. Dadaku sesak, Hatiku seakan-akan ingin keluar dari tempatnya. Aku tak menyangka. Kami yang berada di desa terpencil pun mencoba mempertahankan budaya indonesia yang kaya raya ini. 
Tetapi manusia-manusia di kota, yang memegang peranan penting untuk negara ini justru membuang budaya nya sendiri dan justru memungut budaya asing yang tak ada maknanya sama sekali.
Semakin lama aku memandang mereka semakin sangat* geram pula hatiku di buat nya. 
Anak-anak muda, anak-anak yang disebut-sebut sebagai generasi penerus bangsa justru membuang budaya bangsanya sendri. Sangat* tidak pantas sebutan penerus bangsa itu disematkan untuk mereka yang membuang jati diri bangsanya sendiri.
Sejak saat itu. Aku bertekad untuk memerangi budaya asing yang tak ada gunanya. Aku akan menjadi pejuang kebudayaan. 
       Aku akan membuat budaya bangsaku mendunia dan menjadi trend di kancah dunia internasional. 
Itulah janjiku
janji dari seorang gadis yang berasal dari desa yang tak kan pernah membuang jati diri nya dan jati diri bangsanya sendiri.
0 Comments
Komentar

0 komentar:

Posting Komentar